al-ikhwan.net - Kenangan indahnya ghonimah perang Badar masih begitu terasa pada sebagian ummat Islam. Rampasan perang yang pada ummat-ummat terdahulu diharamkan itu, kini dihalalkan Allah SWT bagi ummat Islam.
Keindahan itu masih terus membekas dan turut menjadi pendorong sebagian mereka untuk berangkat dan ikut serta dalam perang Uhud.
Seandainya kita yang mendapatkan harta ‘melimpah’ itu, tentu banyak hal yang bisa kita lakukan; membayar hutang, modal untuk memulai usaha atau wiraswasta, menikah (kalau masih bujangan), atau menikah lagi bila sudah beristri, membayar kontrakan yang hampir jatuh tempo, bahkan membeli tanah dan membangun rumah sekaligus, membeli mobil, melengkapi isi rumah dengan perabot-perabot ‘modern’, membayar iurang sekolah anak yang sudah sekian lama menunggak, dan macam-macam lainnya.
Ini jika kita yang menerima dan mendapatkan rapasan perang atau ghonimah itu.
Bagaimana dengan sebagian sahabat nabi SAW pada waktu itu?
Marilah kita simak penuturan Ibnu Mas’ud RA berikut ini:
“Kami tidak merasa bahwa ada seseorang dari sahabat Nabi SAW menginginkan dunia dan perkakasnya sehingga terjadilah peristwia Uhud.”
Untuk lebih jelasnya, marilah kita simak firman Allah SWT berikut ini:
Dan sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada saat kamu lemah dan berselisih pada urusan itu dan mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai. Di antara kamu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu; dan sesungguhnya Allah telah memaafkan kamu. Dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas orang-orang yang beriman. (QS. Ali Imran: 152)
Ayat ini menjelaskan bahwa:
Pada awal perang Uhud, Allah SWT telah memenuhi janji-Nya yang berupa kemenangan atas kaum musyrikin di bawah pimpinan Abu Sufyan.
Kemudian kaum muslimin tertimpa beberapa hal, yaitu:
Fasyal (takut dan lemah)
Tanazu’ (berselisih)
Ma’shiyat (mendurhakai perintah dan tidak taat)
Karena beberapa hal inilah kemenangan yang sangat dicintai itu kemudian berubah menjadi kekalahan.
Hal itu terjadi karena ada sebagian kaum muslimin yang menginginkan atau mencintai dunia.
Dalam buku-buku sirah disebutkan bahwa pada awal berkecamuknya perang Uhud, kaum muslimin berhasil memukul mundur orang-orang musyrik.Orang-orang musyrik yang terpukul mundur lari tunggang langgang meninggalkan banyak harta rampasan perang.Melihat begitu banyaknya harta yang tercecer, sebagian kaum muslimin tergiur untuk segera memunguti dan mengumpulkannya.
Yang lebih fatal, sebagian pasukan pemanah yang ditempatkan di gunung Uhud-pun ikut “turun gunung”. Padahal tugas utama mereka adalah membentengi pasukan Islam dari kemungkinan serangan dari belakang.
Benar saja, pasukan musyrik di bawah pimpinan Khalid bin Al Walid (sebelum ia masuk Islam pada kemudian hari) segera menyerang dari belakang, saat melihat pertahanan pada bukit Uhud melemah, melemah karena ditinggalkan banyak penjaganya yang asyik dan sibuk memunguti dan mengumpulkan harta rampasan perang.
Memang benar, yang menginginkan dunia (baca: cinta dunia) bukanlah keseluruhan pasukan Islam (baca: hanya beberapa oknum). Akan tetapi, bukankah ini menunjukkan bahwa barisan pasukan Islam tidak lagi utuh?
Bukankah ini menunjukkan bahwa tujuan dan target mereka tidak sama lagi? Sebagian menginginkan akhirat dan sebagian lagi menginginkan dunia?
Bukankah pula ini menunjukkan bahwa kejernihan dan kebeningan ikhlash telah terkotori oleh polusi interest pribadi atau kelompok dan cinta dunia?
Kita harus mengingat dan sadar, bahwa perang Uhud bukanlah sekedar perang biasa. Perang Uhud adalah peperangan aqidah (ideologi), peperangan nurani di samping peperang di medan laga. Dan tidak ada kemenangan pada peperangan di medan laga, bila dalam peperangan idiologis dan peperangan nurani kaum muslimin tidak mendapatkan kemenangan. Kita juga harus mengingatkan bahwa perang Uhud adalah peperangan fii sabilillah, dan Allah SWT tidak akan memberikan kemenangan pada peperangan seperti itu jika niat tidak ikhlash, tidak tulus, dan tidak jernih.
Karena adanya perubahan pada hati dan nurani sebagian kaum muslimin itu, berubah pulalah keadaan di medan laga.
Kini pasukan Islam terjepit di antara dua kekuatan musuh. Sungguh, sebuah keadaan yang sangat tidak menguntungkan.
Kini pasukan Islam terjepit di antara dua kekuatan musuh. Sungguh, sebuah keadaan yang sangat tidak menguntungkan.
Kaum muslim pun harus membayar mahal atas cinta sebagian mereka kepada dunia itu:
Lima ribu malaikat yang dijanjikan Allah SWT akan diturunkan, tidak jadi diturunkan, karena janji itu terkait dengan persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu: tsabat (tegar), termasuk dihadapan godaan harta.
Dalam peperangan ini, telah terbunuh sebagai syuhada’ sebanyak 69 orang, termasuk di antaranya: Sayyidus Syuhada’ Hamzah bin Abi Thalib, paman nabi SAW, dan orang yang sangat beliau cintai.
Rasulullah SAW sendiri pada peperangan itu ikut membayar ulah beberapa oknum sahabatnya, beliau terperosok ke dalam lubang jebakan yang dibuat kaum musyrikin, dan hampir saja beliau SAW terbunuh. Empat gigi depan beliau SAW pecah dan tanggal. Muka beliau terluka oleh jepitan topi besi yang beliau kenakan.
Belum lagi kerugian-kerugian materiil dan kerugian-kerugian lainnya.
Semoga Allah SWT memberikan kekuatan kepada kita untuk tetap tabah, sabar, dan tsabat dalam meniti jalan Allah yang lurus (shiratal mustaqim), termasuk tabah, sabar, dan tsabat dalam menghadapi godaan harta dan “ghonimah” era “SIYASI”. Aamiin.
sumber: www.al-ikhwan.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar