Selasa, 10 Juli 2012

Hidayat Nur Wahid Tolak Syariat, Benarkah?

Menarik ketika membahas calon Gubernur DKI Jakarta yang satu ini, ia adalah calon yang seringkali menjadi sasaran empuk untuk berkali-kali dihujat dan difitnah. Tidak hanya para kaum Sekuler dan Liberal, bahkan orang yang menganggap dirinya seorang aktivis Islam juga tak jarang menfitnah dan menghujat calon Gubernur DKI Jakarta yang satu ini.
Ia merupakan bergelar Doktor dari Universitas Islam Medina, Arab Saudi. Tentu sangatlah tepat ketika kita menyematkan dirinya menjadi sosok seorang ustadz, karena ilmu agamanya sudah tentu tidak perlu lagi diragukan. Ustad Hidayat Nur Wahid, atau yang biasa dipanggil HNW juga merupakan seorang anggota dewan yang tak pernah mendapatkan predikat buruk, bahkan saat ia menjadi Ketua MPR banyak hal yang telah ia berikan untuk bangsa ini.
Dalam hal profil, Ustad Hidayat Nur Wahid mungkin tidak ada sisi buruk sama sekali diantara tingkah laku dan berbagai kegiatannya. Tetapi tentu karena ia manusia, maka ia akan selalu mempunyai berbagai sisi buruk dalam kehidupannya. Dan inilah yang ingin digali oleh berbagai rival-rivalnya.

Tak hanya kaum Sekuler dan Liberal bahkan yang mengaku aktivis Islam pun ingin berlomba-lomba mencari berbagai sisi buruk dari seorang Ustad yang pernah mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Gontor ini. Ibarat perlombaan yang “menyenangkan”, mereka ramai riuh ketika mendapat sisi buruk yang telah didapatkan. Tak hanya sekedar mencari, bahkan ketika salah satu (kaum sekuler, liberal dan yang mengaku Aktivis Islam) mendapatkan berita yang dianggap buruk dari Ustad Hidayat Nur Wahid, maka mereka berpesta pora untuk menyebarkan “aib” tersebut.
Berita yang tidak jelas sumbernya mereka jadikan sebuah sumber “abadi” bahwa itu merupakan kebenaran yang hakiki. Sebagaimana berita yang katanya Ustad Hidayat Nur Wahid mengatakan menolak Syari’at Islam pada waktu berbincang di ILC (Indonesia Lawyers Club) di TVONE. Insya Allah saya saksi bahwa tidak pernah ada kalimat satupun yang mengatakan bahwa Ustad Hidayat Nur Wahid menyatakan menolak syari’at Islam. Bahkan untuk meyakinkan diri saya, saya mencoba untuk melihat yang kedua kalinya pada hari ahad pukul 19.00. Sekali lagi saya tidak mendengar kalimat apapun dari mulut Ustad Hidayat Nur Wahid bahwa beliau menolak Syari’at Islam.
Hal yang menjadi pertanyaan dan menjadi masalah itu adalah, ketika seorang pembawa acara (Karni Ilyas) bertanya mengenai berbagai Perda dari beberapa daerah mengenai pencabutan perda Miras dan aturan pelarangan perda Miras, dengan tegas Ustad Hidayat mengatakan bahwa tidak ada kepala daerah dari PKS mencabut perda Miras ataupun membuat perda aturan pelarangan Miras. Lalu selanjutnya ia (pembawa acara) tersebut bertanya kepada Ustad Hidayat, Apakah ketika nanti di Jakarta ketika Ustad Hidayat menjadi Gubernur lalu membuat aturan untuk berjilbab kepada seluruh perempuan di Jakarta akan
diterapkan, dan juga pelarangan Miras akan dibuat. Dengan lugas Ustad Hidayat tidak ingin membuat aturan seperti itu. Tentu isu seperti inilah yang sebenarnya ingin dimunculkan dalam peta perpolitikan. Tidak hanya di Indonesia, bahkan dibeberapa negara Timur Tengah pun, isu mengenai partai Islam yang ditanya tentang pembuatan aturan pelarangan minuman keras, jilbab, hukum potong tangan, hukuman mati, dsbnya. Ini seringkali ditanya oleh berbagai reporter televisi dan juga wartawan media. Di Mesir, Tunisia, Maroko dan juga negara “semi” Eropa seperti Turki, mereka menolak untuk membuat aturan baku semacam itu.
Hal ini sebenarnya bukanlah penolakan mutlak, apalagi dianggap sebagai penolakan terhadap syari’at Islam. Tetapi sekedar mengutamakan yang utama terlebih dahulu. Tentu Rasulullah tidak akan pernah bisa dipatuhi ucapan-ucapannya jika ia tidak mampu berdakwah dengan baik kepada masyarakat sekitarnya. Hal inilah yang menjadikan berbagai partai Islam ini mencontoh perilaku Rasulullah, bahwa mereka berdakwah dengan baik dulu, memberikan kontribusi yang baik dulu kepada masyarakat, baru mereka sedikit demi sedikit mengabarkan tentang keutamaan Islam. Ini sudah terbukti di Turki!
Islam bukanlah agama yang membuat orang lari menjauh, tetapi Islam adalah agama yang membuat orang damai ketika berada didalam dan lingkungannya. Jadi, pelarangan minuman keras ataupun mewajibkan seorang perempuan berjilbab dan beberapa aturan syari’at Islam yang lain. Adalah ketika mereka sudah mampu mengetahui tentang Islam, mengetahui tentang keindahan Islam, mengetahui tentang kemuliaan Islam. Islam bukanlah agama pemaksa, jika ini dilakukan maka tentu hal ini dilarang oleh Rasulullah, karena Rasulullah menyuruh ketika kita dalam berdakwah mesti mampu melihat setiap kondisi, dan mampu berbicara sesuai bahasa yang dimengerti oleh orang sekitar, dan kita tidak boleh membuat orang lari dari agama Islam ini.
Sayangnya, tak sedikit orang yang mengaku aktivis Islam malah membuat orang lain lari dari agama Islam ini. Tak jarang, aktivis Islam ini juga saling “berbagi” informasi dengan kaum Sekuler dan Liberal untuk bersama-sama menghancurkan Ustad Hidayat Nur Wahid.
Mungkin semestinya kita ingat, bahwa beberapa kali media memberitakan “PKS Menolak Syari’at Islam”, ingatkah ketika Yusril Ihza Mahendra Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) yang berdialog dengan Ustad Anis Matta, Yusril mengatakan kepada Ustad Anis Matta, “Bagaimana kalau PKS juga ikut memperjuangkan Syari’at Islam Dengan PBB.” Ustad Anis Matta hanya berkata “Sebelum kita memperjuangkan Syari’at Islam, sebaiknya ente jilbabin dulu istri ente.” Hal yang sangat menarik, adalah PKS tidak ingin tergesa-gesa memperjuangkan sesuatu, yang pada akhirnya malah menjadi usang. Hingga akhirnya, sebagaimana PBB yang saat ini sudah tak terdengar lagi perjuangan Syari’at Islamnya di parlemen Indonesia.
Pemberitaan mengenai “Hidayat Nur Wahid menolak Syari’at Islam” adalah merupakan pemberitaan media liberal dan sekuler, tetapi akhirnya para penggiat media Islam ikut juga terprovokasi untuk ikut menjadi “bebek” dalam mengabarkan berita yang tidak jelas itu. Tentu maksud media Liberal dan Sekuler tersebut memang agar orang Islam tidak mendukung Ustad Hidayat Nur Wahid, dan kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta tetap bisa dikuasai kaum Liberal dan Sekuler.
Acapkali seorang muslim yang bersemangat, tetapi wawasan politik Islamnya tak ubah hanya sekedar “tangan mengepal” saja. Mereka hanya berfikir apa yang terjadi saat ini, dan tidak berfikir apa maksud dari kejadian ini. Hal ini lantaran mereka sudah dihinggapi nafsu untuk mencari keburukan seseorang, bukan mencari kebenaran!
Ibarat Sayyid Quthb berkata, “Mereka tidak sabar, hingga mereka akhirnya membuat kekacauan atas ulahnya yang tidak sabar. Dan menjadikan semakin banyak yang diasingkan oleh para penjaga penjara.”

sumber: http://zilzaal.blogspot.com/2012/04/hidayat-nur-wahid-orang-baik-yang.html

Tidak ada komentar: